Sebuah rapat tertutup
yang digelar oleh Komisi I DPR bersama Menteri Pertahanan tepatnya pada hari
Senin 19 Oktober 2015, agenda rapat tersebut yaitu membahas tentang program
bela negara. Dasar hukum dari program ini adalah UUD 1945 Pasal 27 dan UU
Pertahanan No 3 tahun 2002. Antara lain berbunyi, bahwa setiap orang punya hak
dan kewajiban bela negara. Di dalam rapat tersebut menuai pro dan kontra
seperti yang dikatakan oleh salah satu Anggota Komisi I DPR Ahmad Muzani yang
berpendapat bahwa sebaiknya anggaran untuk program bela negara digunakan untuk
memperkuat perekonomian karena negara sedang dalam keadaan situasi pertumbuhan
ekonomi yang sedang sulit. Ada juga yang langsung mendukung program bela negara
seperti Ketua Umum Partai Golkar ; Abu Rizal Bakrie yang mengapresiasi dengan
adanya program bela negara karena melihat negara-negara tetangga seperti yang
diterapkan di Singapura, di sana bela negara di wajibkan militer bagi warganya.
Bela
negara yang disampaikan oleh Jokowi, tidak harus wajib militer tetapi warga
negara lebih belajar tentang kedisiplinan dan diterapkan konsep maupun
aturannya tentang program tersebut sehingga bela negara tidak diartikan sebagai
wajib militer. bela negara adalah bagian dari pembentukan karakter bangsa yang
juga mendorong program pemerintah dalam revolusi mental yang diwajibkan bagi
warga negara dalam mengubah sistem sosial ke arah yang lebih baik sehingga
harapannya dengan di jalankannya program bela negara, negara akan menambah
kekuatan sistem ketahanan melalui cinta tanah air terhadap negara terutama
kepada anak muda sebagai generasi penerus bangsa. Seperti halnya yang dikatakan
oleh Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan menjelaskan bahwa kegiatan bela
negara lebih kepada menanamkan rasa cinta tanah air terutama bagi anak muda
sehingga dapat menumbuhkan semangat kebangsaan dan nantinya setiap warga yang
mengikuti program bela negara ini akan mendapatkan pelatihan dari kombinasi
TNI, Polisi dan unsur keilmuan yang lain dan materi berbeda-beda dari tiap
kategori umur ataupun jenjang pendidikan.
Salah
satu faktor dari munculnya program bela negara disebabkan karena adanya ancaman
negara mulai dari narkoba, bencana alam, cyber, infiltrasi budaya, penyakit dan
ancaman ideologi yang dapat mengancam sistem ketahanan negara. Mengingat bahwa
Menteri Pertahanan menganalisa bahaya bagi Indonesia di lihat dari
faktor-faktor yang dapat merusak moral generasi muda seperti narkoba dan
ketidakdisiplinan. Menurutnya itulah bahaya yang nyata bagi sistem ketahanan
yang ada di negara ini. Program bela negara yang di ikuti setidaknya oleh 100
Juta orang, sifatnya sukarela dan tanpa paksaan. Dalam pelaksanaannya, akan
menggunakan kurikulum yang berisi lima nilai dasar, yakni cinta tanah air, rela
berkorban, sadar berbangsa dan bernegara, meyakini pancasila sebagai ideologi
negara, serta
memiliki kemampuan awal dalam bela negara baik fisik maupun nonfisik. Jika
dilihat dari muatan materi bela negara, tidak jauh berbeda dengan mata
pelajaran kewarganegaraan di sekolahan yang sudah pernah diperlajari oleh semua
pelajar dari mulai tingkat SD hingga tingkat SMA. Oleh karena itu program bela
negara lebih cocok dipegang oleh Kementerian Pendidikan, bukan oleh Kementerian
Pertahanan.
Sebaiknya
melalui Kementerian Pendidikan, program bela negara tersebut secara sistem,
lebih tepatnya melalui kurikulum pendidikan kewarganegaraan dan ditambah
melalui kegiatan ekstrakulikuler disekolahan seperti pramuka, paskibra, palang
merah remaja, dan lain sebagainya yang ada kaitannya dengan nasionalisme.
Daripada melalui wajib militer yang harus membeli senjata sekian banyak peserta
yang mengikuti maka akan menghabiskan banyak anggaran, oleh karena itu perlu
ada efisiensi dan efektifitas dalam melaksanakan program bela negara.
Terlepas
dari pro dan kontra tentang bela negara wajib militer maka jika setiap warga
negara diwajibkan militer maka negara telah melanggar Resolusi PBB tahun 1998 Resolusi
ke-88 yang berisi penolakan terhadap wajib militer. Istilah yang diberikan PBB
yaitu Conscientious Objectors. Harafiahnya berarti penolakan hati
nurani. PBB mencoba mengakui hak asasi manusia yang mempunyai keyakinan
agamanya, bahwa penyelesaian konflik tidak harus dengan senjata. Beberapa
negara sudah menerapkan dan mencabut wajib militer. Republik Ceko mencabut
wajib militer sejak Desember 2004. Hongaria turut membekukan wajib militer pada
November 2004. Kemudian Bosnia juga mencabut wajib militer pada Januari 2006.
Jerman baru mencabut wajib militer tahun 2011.
Bicara
soal Conscientious Objectors, Indonesia juga pernah mempunyai aturan wajib
militer. Pada UU No 66 Tahun 1958 tentang Wajib Militer terdapat pasal yang
membebaskan warga negara mengikuti wajib militer berdasarkan kepercayaannya dan
mengakui hak asasi manusia. Dalam Pasal 10 disebut Wajib-militer tidak
dikenakan terhadap:
a. Mereka yang dalam, keadaan sedemikian,
sehingga apabila mereka dipanggil untuk wajib-militer akan mengakibatkan
kesukaran hidup bagi orang lain yang menjadi tanggungannya.
b. Mereka yang menjabat suatu jabatan
agama atau perikemanusiaan yang ajarannya tidak membolehkan.
Begitu
juga dengan UUD 1945 Pasal 27 dan UU Pertahanan No 3 tahun 2002, bela negara
masih belum bisa di implementasikan, bukan hanya melalui sistem wajib militer
tetapi aspek pertahanan negara meliputi keseluruhan warga negara dalam menjaga
ketahanan negara meliputi Sumber daya alam, privatisasi air, energi, tambang
dan sebagainya. Dengan melalui program inisiatif Menteri Pertahanan bisa jadi
merupakan sifat politis yang ditunggangi oleh segelintir orang, seperti
melibatkan peran tugas tambahan dari TNI untuk mengurusi pelaksanaan program
bela negara yang lebih condong mengarah ke wajib militer. Perlu diketahui
sistem negara Indonesia yang menganut sistem demokrasi bahwa demokrasi tidak
mengenal bela negara (wajib militer) karena dinilai akan melanggar HAM,
kemudian jika masyarakat sipil di ikutkan wajib militer maka akan menghilangkan
pemuda-pemuda yang kritis terhadap isu-isu yang kaitannya dengan sistem
pertahanan dan dapat terjadi kelemahan pada ketahanan yang lain seperti
intelektualitas sehingga akan rentan terjadi rezim militerisme.
Sifat
politis dari bela negara ini yang melibatkan keseluruhan TNI sebagaimana
anggota TNI dinilai lebih rendah tentang masalah finansialnya daripada anggota
polisi maka bisa jadi melalui program inisiatif Menteri Pertahanan pendapatan
finansial anggota TNI dapat sedikit membaik sekaligus memberikan tugas dan
kewenangan lebih terhadap anggota TNI. Selain itu perlu dipertimbangan masalah
alutsista TNI harus diperbaiki karena merupakan pokok yang penting dari sebuah
sistem pertahanan suatu negara. Dengan menyiapkan alat-alat militer yang
canggih dan sesuai dengan wilayah bangsa Indonesia yang cukup luas ini perlu di
imbangi dengan persenjataan yang kuat.
Masalah
bela negara tidak harus wajib militer karena wajib militer dinilai sudah kuno
dan tidak relevan pada zaman yang serba modern ini. Bela negara juga dapat di
artikan sebagai kecintaan warga negara terhadap tanah air dan juga harus berani
membatalkan adanya keterlibatan asing terhadap kedaulatan negara. Modernisme
dan globalisasi yang melanda di berbagai belahan dunia harus dapat di batasi
pengaruhnya terhadap kearifan lokal yang ada. Bela negara juga yang seharusnya
kita pahami seperti warga negara ikut serta dalam memantau sistem legislasi,
ikut serta dalam pemilu, ikut serta memerangi radikalisme, narkoba, mampu
mencegah masalah ideologi yang datangnya dari luar negeri, mampu memilah budaya
luar negeri yang positif dan tetap melestarikan budaya lokal, warga negara
memilih produk lokal atau asli buatan dalam negeri daripada memilih produk luar
negeri (asing).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar