Laman

Sabtu, 02 Januari 2016

PROGRAM KEMENTERIAN PERTAHANAN TENTANG “BELA NEGARA”



Sebuah rapat tertutup yang digelar oleh Komisi I DPR bersama Menteri Pertahanan tepatnya pada hari Senin 19 Oktober 2015, agenda rapat tersebut yaitu membahas tentang program bela negara. Dasar hukum dari program ini adalah UUD 1945 Pasal 27 dan UU Pertahanan No 3 tahun 2002. Antara lain berbunyi, bahwa setiap orang punya hak dan kewajiban bela negara. Di dalam rapat tersebut menuai pro dan kontra seperti yang dikatakan oleh salah satu Anggota Komisi I DPR Ahmad Muzani yang berpendapat bahwa sebaiknya anggaran untuk program bela negara digunakan untuk memperkuat perekonomian karena negara sedang dalam keadaan situasi pertumbuhan ekonomi yang sedang sulit. Ada juga yang langsung mendukung program bela negara seperti Ketua Umum Partai Golkar ; Abu Rizal Bakrie yang mengapresiasi dengan adanya program bela negara karena melihat negara-negara tetangga seperti yang diterapkan di Singapura, di sana bela negara di wajibkan militer bagi warganya.
            Bela negara yang disampaikan oleh Jokowi, tidak harus wajib militer tetapi warga negara lebih belajar tentang kedisiplinan dan diterapkan konsep maupun aturannya tentang program tersebut sehingga bela negara tidak diartikan sebagai wajib militer. bela negara adalah bagian dari pembentukan karakter bangsa yang juga mendorong program pemerintah dalam revolusi mental yang diwajibkan bagi warga negara dalam mengubah sistem sosial ke arah yang lebih baik sehingga harapannya dengan di jalankannya program bela negara, negara akan menambah kekuatan sistem ketahanan melalui cinta tanah air terhadap negara terutama kepada anak muda sebagai generasi penerus bangsa. Seperti halnya yang dikatakan oleh Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan menjelaskan bahwa kegiatan bela negara lebih kepada menanamkan rasa cinta tanah air terutama bagi anak muda sehingga dapat menumbuhkan semangat kebangsaan dan nantinya setiap warga yang mengikuti program bela negara ini akan mendapatkan pelatihan dari kombinasi TNI, Polisi dan unsur keilmuan yang lain dan materi berbeda-beda dari tiap kategori umur ataupun jenjang pendidikan.
            Salah satu faktor dari munculnya program bela negara disebabkan karena adanya ancaman negara mulai dari narkoba, bencana alam, cyber, infiltrasi budaya, penyakit dan ancaman ideologi yang dapat mengancam sistem ketahanan negara. Mengingat bahwa Menteri Pertahanan menganalisa bahaya bagi Indonesia di lihat dari faktor-faktor yang dapat merusak moral generasi muda seperti narkoba dan ketidakdisiplinan. Menurutnya itulah bahaya yang nyata bagi sistem ketahanan yang ada di negara ini. Program bela negara yang di ikuti setidaknya oleh 100 Juta orang, sifatnya sukarela dan tanpa paksaan. Dalam pelaksanaannya, akan menggunakan kurikulum yang berisi lima nilai dasar, yakni cinta tanah air, rela berkorban, sadar berbangsa dan bernegara, meyakini pancasila sebagai ideologi negara, serta memiliki kemampuan awal dalam bela negara baik fisik maupun nonfisik. Jika dilihat dari muatan materi bela negara, tidak jauh berbeda dengan mata pelajaran kewarganegaraan di sekolahan yang sudah pernah diperlajari oleh semua pelajar dari mulai tingkat SD hingga tingkat SMA. Oleh karena itu program bela negara lebih cocok dipegang oleh Kementerian Pendidikan, bukan oleh Kementerian Pertahanan.
            Sebaiknya melalui Kementerian Pendidikan, program bela negara tersebut secara sistem, lebih tepatnya melalui kurikulum pendidikan kewarganegaraan dan ditambah melalui kegiatan ekstrakulikuler disekolahan seperti pramuka, paskibra, palang merah remaja, dan lain sebagainya yang ada kaitannya dengan nasionalisme. Daripada melalui wajib militer yang harus membeli senjata sekian banyak peserta yang mengikuti maka akan menghabiskan banyak anggaran, oleh karena itu perlu ada efisiensi dan efektifitas dalam melaksanakan program bela negara.
            Terlepas dari pro dan kontra tentang bela negara wajib militer maka jika setiap warga negara diwajibkan militer maka negara telah melanggar Resolusi PBB tahun 1998 Resolusi ke-88 yang berisi penolakan terhadap wajib militer. Istilah yang diberikan PBB yaitu Conscientious Objectors. Harafiahnya berarti penolakan hati nurani. PBB mencoba mengakui hak asasi manusia yang mempunyai keyakinan agamanya, bahwa penyelesaian konflik tidak harus dengan senjata. Beberapa negara sudah menerapkan dan mencabut wajib militer. Republik Ceko mencabut wajib militer sejak Desember 2004. Hongaria turut membekukan wajib militer pada November 2004. Kemudian Bosnia juga mencabut wajib militer pada Januari 2006. Jerman baru mencabut wajib militer tahun 2011.
            Bicara soal Conscientious Objectors, Indonesia juga pernah mempunyai aturan wajib militer. Pada UU No 66 Tahun 1958 tentang Wajib Militer terdapat pasal yang membebaskan warga negara mengikuti wajib militer berdasarkan kepercayaannya dan mengakui hak asasi manusia. Dalam Pasal 10 disebut Wajib-militer tidak dikenakan terhadap:
a. Mereka yang dalam, keadaan sedemikian, sehingga apabila mereka dipanggil untuk wajib-militer akan mengakibatkan kesukaran hidup bagi orang lain yang menjadi tanggungannya.
b. Mereka yang menjabat suatu jabatan agama atau perikemanusiaan yang ajarannya tidak membolehkan.
            Begitu juga dengan UUD 1945 Pasal 27 dan UU Pertahanan No 3 tahun 2002, bela negara masih belum bisa di implementasikan, bukan hanya melalui sistem wajib militer tetapi aspek pertahanan negara meliputi keseluruhan warga negara dalam menjaga ketahanan negara meliputi Sumber daya alam, privatisasi air, energi, tambang dan sebagainya. Dengan melalui program inisiatif Menteri Pertahanan bisa jadi merupakan sifat politis yang ditunggangi oleh segelintir orang, seperti melibatkan peran tugas tambahan dari TNI untuk mengurusi pelaksanaan program bela negara yang lebih condong mengarah ke wajib militer. Perlu diketahui sistem negara Indonesia yang menganut sistem demokrasi bahwa demokrasi tidak mengenal bela negara (wajib militer) karena dinilai akan melanggar HAM, kemudian jika masyarakat sipil di ikutkan wajib militer maka akan menghilangkan pemuda-pemuda yang kritis terhadap isu-isu yang kaitannya dengan sistem pertahanan dan dapat terjadi kelemahan pada ketahanan yang lain seperti intelektualitas sehingga akan rentan terjadi rezim militerisme.
            Sifat politis dari bela negara ini yang melibatkan keseluruhan TNI sebagaimana anggota TNI dinilai lebih rendah tentang masalah finansialnya daripada anggota polisi maka bisa jadi melalui program inisiatif Menteri Pertahanan pendapatan finansial anggota TNI dapat sedikit membaik sekaligus memberikan tugas dan kewenangan lebih terhadap anggota TNI. Selain itu perlu dipertimbangan masalah alutsista TNI harus diperbaiki karena merupakan pokok yang penting dari sebuah sistem pertahanan suatu negara. Dengan menyiapkan alat-alat militer yang canggih dan sesuai dengan wilayah bangsa Indonesia yang cukup luas ini perlu di imbangi dengan persenjataan yang kuat.
            Masalah bela negara tidak harus wajib militer karena wajib militer dinilai sudah kuno dan tidak relevan pada zaman yang serba modern ini. Bela negara juga dapat di artikan sebagai kecintaan warga negara terhadap tanah air dan juga harus berani membatalkan adanya keterlibatan asing terhadap kedaulatan negara. Modernisme dan globalisasi yang melanda di berbagai belahan dunia harus dapat di batasi pengaruhnya terhadap kearifan lokal yang ada. Bela negara juga yang seharusnya kita pahami seperti warga negara ikut serta dalam memantau sistem legislasi, ikut serta dalam pemilu, ikut serta memerangi radikalisme, narkoba, mampu mencegah masalah ideologi yang datangnya dari luar negeri, mampu memilah budaya luar negeri yang positif dan tetap melestarikan budaya lokal, warga negara memilih produk lokal atau asli buatan dalam negeri daripada memilih produk luar negeri (asing).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar