Laman

Sabtu, 02 Januari 2016

INTERVENSI AMERIKA SERIKAT TERHADAP KONFLIK DI IRAK (TAHUN 2003)



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Amerika Serikat sebagai negara adidaya selalu mempengaruhi gejolak politik yang terjadi di kancah internasional, satunya seperti yang sedang terjadi di kawasan negara timur tengah yang berlangsung sangat panjang. Konflik yang berlangsung disanalah tidak lepas dari pengaruh campur tangan Amerika Serikat sebagai pembuktian eksistensi sebagai negara adikuasa. Oleh karena itu Amerika Serikat selalu melibatkan dirinya dalam mencampuri urusan politik internasional baik itu sifatnya positif (menguntungkan) bagi negara-negara yang terlibat maupun bersifat negatif (merugikan) yang mengedepankan kepentingan satu keberpihakan negara bahkan sampai menimbulkan konflik antar negara.
Kebijakan politik secara global yang dilakukan Amerika Serikat terhadap negara-negara timur tengah salah satunya adalah setelah adanya kekosongan kekuasaan pasca runtuhnya Uni Soviet dibeberapa wilayah yang sebelumnya merupakan sekutu Uni Soviet termasuk negara-negara timur tengah yang memiliki kekayaan alam salah satunya ialah minyak bumi seperti yang dimiliki oleh negara Irak.
Salah satu alternatif untuk menguasai kekayaan alam tersebut, Amerika Serikat menggunakan strategi peperangan terhadap Irak sehingga akan memberi peluang luas bagi berjalannya agenda Israel dalam menghadapi konflik dengan Palestina. Hal ini sejalan dengan kebijakan politik standar ganda Amerika Serikat yang selain melindungi kepentingannya juga sangat mendukung Israel.
Selain itu, Amerika memiliki strategi dalam menghambat perkembangan ideology Islam di negara Timur Tengah setelah meletusnya aksi intifadhoh di Palestina. Amerika Serikat berupaya melakukan demokratisasi di negara-negara Timur Tengah untuk meminimalisir sikap kontra masyarakat di wilayah tersebut terhadap kebijakannya. Perang terhadap Irak yang di tempuh Amerika Serikat sangat bernuansa ideologis dan jauh dari perang yang benar. Amerika Serikat menggunakan isu-isu internasional untuk mendukung dan melegitimasi aksinya. Dengan isu-isu terorisme, Amerika Serikat mempunyai alasan yang tepat untuk melakukan intervensi seperti apa yang telah dilakukannya terhadap Afganistan. Intervensi ini kemudian dilanjutkan ke Irak sebagai sasaran selanjutnya. Irak merupakan sasaran selanjutnya karena Presiden Irak Saddam Hussein dianggap sebagai presiden yang diktator.
Presiden Saddam Hussein merupakan seorang diktator yang telah memerintah Irak dengan tangan besi. Tidak sedikit warga Irak baik yang ada pada strata bawah, tengah maupun atas yang telah menjadi korban otoritarianismenya. Dalam pandangan suku Kurdi dan sebagian warga Syiah atau masyarakat Irak lainnya Saddam Hussein dianggap sebagai penindas.
Hal itulah yang dianggap oleh Amerika Serikat sebagai salah satu motivasinya menyerang Irak dan menggulingkan rezim Saddam Hussein. Pemerintah Saddam juga dianggap sebagai pemerintah yang tidak demokratis dan menghalangi proses demokrasi di Timur Tengah. Amerika Serikat juga menggunakan isu-isu terorisme dan kepemilikan senjata pemusnah massal untuk melegalkan aksinya menyerang Irak.
Kajian mengenai intervensi politik luar negeri yang dilakukan oleh Amerika Serikat terhadap Irak sangat menarik untuk dikaji lebih mendalam. Permasalahan di atas akan dibahas dengan menggunakan teori konflik yang telah dipelajari dalam mata kuliah teori politik.


B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Intervensi Amerika Serikat terhadap konflik di Irak?
2.      Bagaimana Dampak Intervensi yang dilakukan Amerika Serikat terhadap Irak?


C.    Landasan Teori
Teori Konflik dapat didefinisikan sebagai suatu proses sosial dimana dua orang atau kelompok berusaha menyingkirkan pihak lain dengan jalan menghancurkannya atau membuatnya tak berdaya.
Menurut Webster dalam Dean G. Pruitt dan Jeffrey Z. Rubin (2004:9), istilah conflict di dalam bahasa aslinya berarti ”suatu titik perkelahian, peperangan atau perjuangan” yaitu suatu konfrontasi fisik antara beberapa pihak. Sementara Dean G. Pruitt dan Jeffrey Z. Rubin (2004:10) mengartikan konflik sebagai persepsi mengenai perbedaan kepentingan atau suatu kepercayaan bahwa aspirasi pihak-pihak yang berkonflik tidak dapat dicapai secara simultan.
K.J. Holtsi (1988: 168) merumuskan definisi konflik secara singkat dan jelas yaitu ”ketidaksesuaian sasaran, nilai, kepentingan atau pandangan antara dua pihak atau lebih. K.J. Verger (1990: 211) yang mengutip dari pendapat Lewis A. Coser juga menerangkan tentang konflik, yaitu perselisihan mengenai nilai-nilai atau tuntutan-tuntutan berkenaan dengan status, kuasa dan sumber-sumber kekayaan yang persediaannya tidak mencukupi. Pihak-pihak yang berselisih tidak hanya bermaksud untuk memperoleh barang yang diinginkan, melainkan juga memojokkan, merugikan atau menghancurkan pihak lawan.
Dari berbagai pendapat tentang konflik dapat disimpulkan bahwa konflik adalah suatu pertentangan, pertikaian, percekcokan, ketegangan dan perbedaan kepentingan atau pendapat antara dua orang atau kelompok yang terjadi karena adanya interaksi sosial sehingga mengakibatkan pihak yang satu berusaha untuk menyingkirkan pihak yang lain untuk mencapai tujuan yang dikehendakinya.
Berikut adalah skema dari Teori Konflik yang didapat dari materi perkuliahan Marketing Politik :

Skema Teori Konflik


 




                                           







Power/
Kekuatan
 

Interest/
Kepentingan
 

Right/
Hak
 
 




        Achmad Fedyani Saifudin (1986) menyebutkan fungsi konflik sebagai berikut:
1) Konflik berfungsi mencegah dan mempertahankan identitas dan batas batas kelompok sosial dan masyarakat.
2) Konflik dapat melenyapkan unsur-unsur yang memecah belah dan menegakkan kembali persatuan. Konflik dapat meredakan ketegangan antara pihak-pihak yang bertentangan sehingga dengan demikian dapat pula dikatakan bahwa konflik berfungsi sebagai stabilisator sistem sosial.
3) Konflik suatu kelompok dengan kelompok lain menghasilkan mobilisasi energi para anggota kelompok yang bersangkutan sehingga kohesi setiap kelompok ditingkatkan.
4) Konflik dapat menciptakan jenis-jenis interaksi yang baru diantara pihak-pihak bertentangan yang sebelumnya tidak ada. Konflik berlaku sebagai rangsangan untuk menciptakan aturan-aturan dan sistem norma yang baru, yang mampu mengatur pihak-pihak yang bertentangan sehingga keteraturan sosial kembali terwujud.
5) Konflik dapat mempersatukan orang-orang atau kelompok-kelompok yang tadinya tidak saling berhubungan. Koalisi dan organisasi dapat timbul dimana kepentingan pragmatik utama dan pelakunya terlibat.

D.    Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini untuk mengetahui bagaimana intervensi yang dilakukan Amerika Serikat terhadap konflik di Irak dan untuk menjelaskan dampak setelah adanya intervensi Amerika Serikat terhadap konflik di Irak.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Hubungan Antara Amerika Serikat dengan Irak Pra-Konflik
Setelah berakhirnya perang dingin yang dapat meruntuhkan Uni Soviet dan menjadikan Amerika Serikat sebagai negara terkuat di dunia atau dapat kita kenal sebagai negara adikuasa/adidaya. Oleh karena itu Amerika Serikat mengincar kawasan strategis yang dapat menguntungkan negaranya seperti yang terjadi di kawasan Timur Tengah yaitu Irak dengan cara mengintervensi dalam Perang Teluk II pada tahun 1991 yang sebelumnya adalah perang antara Irak dengan Kwait. Sehingga dalam perkembangannya menjadikan perang antara Irak dengan Amerika Serikat dan sekutunya.
Selanjutnya ini merupakan persoalan harga diri antara presiden Irak yakni Saddam Hussein dengan presiden Amerika Serikat yaitu George Bush, sehingga Perang Teluk II tidak dapat dihindarkan dihindarkan. Ini disebabkan Perang Teluk II secara tidak langsung telah mengancam kepentingan Amerika Serikat mengingat ladang minyak di Kuwait yang setiap hari mengalirkan dolar ke Amerika Serikat diserobot Irak. Oleh karena itu Amerika Serikat merancang resolusi dan dengan segala kekuatan berupaya meminta pengesahan Dewan Keamanan PBB untuk mengusir dan melumpuhkan militer Irak. Alasan yang dikemukakan Amerika Serikat, Irak telah melanggar hukum internasional dan hak rakyat Kuwait untuk bernegara harus dipulihkan. Akhirnya DK PBB mengesahkan 12 resolusi mulai dari kecaman, pengerahan pasukan multi nasional, blokade ekonomi sampai persetujuan penggunaan senjata militer.
Dasar Amerika Serikat begitu bernafsu terlibat langsung dalam konflik Irak-Kuwait berkaitan dengan kepentingan global Amerika Serikat untuk menguasai kawasan Timur Tengah secara ekonomi, politik maupun strategis. Selain itu Amerika Serikat berkepentingan untuk membatasi radikalisme Arab yang sering mengganggu Barat. Amerika Serikat juga mempunyai komitmen untuk selalu melindungi kepentingan Israel. Untuk mengamankan kekayaan Timur Tengah dan kepentingan Amerika Serikat secara keseluruhan maka Amerika Serikat perlu menjalin hubungan erat dengan negara di wilayah itu.
Serangan bertubi-tubi Amerika Serikat terhadap Irak telah membuka kedok siapa sebenarnya Amerika Serikat, terutama dalam konteks politik Timur Tengah. Semakin jelas bahwa kepentingan politik luar negeri Amerika Serikat di kawasan Timur Tengah adalah Israel dan minyak. Faktor Israel berkaitan erat dengan kuatnya lobi Yahudi dalam politik domestik Amerika Serikat. Oleh sebab itu apapun yang diperbuat Israel tidak akan ditentang Amerika Serikat. Bahkan Amerika Serikat akan menentang setiap usaha menghukum pelanggaran yang dilakukan Israel terhadap norma-norma hubungan internasional. Faktor minyak memang sangat penting bagi Amerika Serikat yang memiliki kebutuhan konsumsi minyak yang sangat besar. Untuk itu Amerika Serikat selalu berusaha untuk menguasai negara-negara yang kaya minyak termasuk Irak.

B.     Intervensi Amerika Serikat terhadap Konflik di Irak (Tahun 2003)
Rencana Amerika Serikat untuk menyingkirkan Saddam Hussein yang dianggap sebagai ancaman telah muncul jauh sebelum Perang Teluk III terjadi. Sejumlah dokumen mengungkapkan bahwa niat untuk menyingkirkan Saddam Hussein sudah lama menjadi cita-cita para pemimpin Amerika Serikat. Beberapa tahun sebelum George Walker Bush menjadi Presiden Amerika Serikat dan beberapa tahun sebelum terjadi tragedi 11 September 2001 terjadi, sekelompok neokonservatif yang berpengaruh menyusun sebuah rencana untuk menyingkirkan rezim Saddam Hussein. Gagasan untuk menyingkirkan Saddam paling tidak sudah mulai mengemuka tahun 1992 dan kemudian dipertegas pada tahun 1997 dengan dibentuknya Project for the New American Century (PNAC) oleh kelompok neokonservatif.
Sejak awal PNAC selalu memprovokasi pemerintah Amerika Serikat untuk menyerang Irak dan menyingkirkan Saddam Hussein. Setelah George W. Bush menjadi presiden, peluang untuk melaksanakan tujuan PNAC semakin besar. Tragedi 11 September 2001 menjadi titik tolak dalam usaha menggulingkan rezim Saddam. Kelompok neokonservatif yang berpengaruh dalam pemerintahan Bush berusaha mempengaruhi Bush dalam menentukan kebijakan luar negeri Amerika Serikat pasca peristiwa 11 September 2001. Anggota kelompok neokonservatif yang sebagian juga merupakan anggota PNAC itu disebut dengan kaum hawkish. Hawkishness atau hawkish adalah sebuah istilah tidak resmi yang digunakan untuk menggambarkan para pemimpin politik yang memiliki kecenderungan militeristik atau properang.
Selain keterlibatan dengan teroris, Amerika Serikat juga mengeluarkan isu mengenai kepemilikan senjata pemusnah massal Irak. Upaya Presiden Bush untuk menggiring rakyatnya dan masyarakat dunia untuk mendukung niatnya menyerang Irak dilakukan lewat pidato tahunannya yang dikenal dengan pidato ”state of the union” dihadapan Kongres pada 29 Januari 2002. Dalam pidato itu Irak disebut-sebut sebagai negara pemroduksi senjata pemusnah massal. Bersama Korea Utara dan Iran, Irak dimasukkan ke dalam ”poros setan” (axis of evil). Menurut George W. Bush ketiga negara tersebut adalah sponsor terorisme. Mereka digolongkan sebagai rezim yang sangat berbahaya di dunia, yang mengancam Amerika Serikat dengan senjata pemusnah dunia yang begitu hebat.
Meskipun banyak mendapat tentangan dan protes dari dunia internasional, Amerika Serikat tetap pada pendiriannya untuk menginvasi Irak. Alasan-alasan yang dikemukakan oleh Amerika Serikat terhadap dunia internasional sangat lemah dan terkesan mengada-ada. Sikap kerasnya di tengah protes internasional ataupun regional dari negeri sendiri, justru mengindikasikan adanya tujuan tertentu dibalik sikap keras itu.
Menurut Chas Freeman menyatakan bahwa setidaknya ada enam hal yang menjadikan motif George Bush untuk melakukan intervensi terhadap Irak, diantaranya :
a.       Penghancuran program senjata pemusnah massal (Mass Weapon Destruction). Ini menjadi salah satu alasan yang paling sering dikatakan Bush untuk melakukan invasi atau lebih tepatnya agresi militer ke Irak. Program pengembangan senjata pemusnah massal Saddam Hussein dianggap sebagai ancaman bagi Amerika Serikat dan dunia. Oleh karena itu, dalam rangka membongkar program senjata pemusnah massal tersebut satu-satunya cara melalui serangan militer karena Saddam dianggap tidak kooperatif dengan tim inspeksi PBB. Pengembangan senjata pemusnah massal Irak dianggap sebagai ancaman bagi Amerika Serikat dan karenanya harus dihancurkan berdasarkan interpretasi paradigma pertahanan baru, yakni pre-emptive self defense.
b.      Perubahan rezim Saddam Hussein dalam pandangan presiden Bush merupakan sosok pemimpin yang otoriter. Oleh karena itu, melalui jalan oposisi maupun melalui intelijen yang telah dilakukan berulangkali gagal. Maka salah satunya dilakukannya intervensi Amerika Serikat terhadap Irak.
c.       Operasi Amerika Serikat di Irak diberi nama Operation Iraqi Freedom (Operasi Pembebasan Irak). Ini berarti bahwa invasi Amerika Serikat tersebut ditujukan untuk membebaskan Irak dari rezim otoriter Saddam Hussein. Dengan kata lain, invasi ini ditujukan untuk menciptakan pemerintah yang demokratis pasca Saddam.
d.      Setelah mengalami embargo ekonomi sejak kekalahannya dalam Perang Teluk II tahun 1991, kehidupan masyarakat Irak semakin memprihatinkan. Oleh karena itu, dalam rangka memperbaiki kehidupan rakyat Irak, Amerika Serikat telah menyediakan dana sebesar 8 miliar dolar untuk pembangunan kembali Irak.
e.       Memusnahkan gerakan teorisme internasional yang dapat mengancam sistem ketahanan dan keamanan negara.
f.       Transformasi wilayah Timur Tengah dibawah pengawasan Amerika Serikat.
Alasan-alasan yang dikemukakan Amerika Serikat untuk memuluskan rencananya menyerang Irak tidak sepenuhnya benar. Terlepas dari kebohongan-kebohongan yang telah Amerika Serikat dan Inggris pertontonkan terhadap dunia internasional, ada banyak faktor yang menyebabkan para pengambil kebijakan di dalam pemerintahan Presiden Bush memutuskan menyerbu Irak. Di antara faktor-faktor yang menjadi landasan utama mengapa pemerintah Bush harus menggelar kekuatan militer ke Irak dan menumbangkan rezim Saddam Hussein adalah sebagai berikut:
a.       Ambisi minyak dan menghancurkan OPEC
Agresi militer Amerika Serikat ke Irak sangat erat kaitannya dengan kepentingan minyaknya. Irak adalah negara yang memiliki cadangan minyak terbesar setelah Arab Saudi yakni sebesar 112 miliar barel. Namun setelah Perang Teluk II produksi minyak Irak menurun karena adanya sanksi PBB. Dengan dicabutnya sanksi PBB atas Irak akan membuka peluang besar bagi perusahaan-perusahaan minyak raksasa milik Amerika Serikat untuk mengeksploitasi minyak Irak.
b.      Menguatkan pengaruh politik
Dengan berhasilnya menumbangkan kekuasaan dari Saddam Hussein, maka akan memberikan jalan peluang Amerika Serikat untuk memperkuat pengaruh politik khususnya di negara kawasan Timur Tengah.
c.       Menjadikan Israel sebagai negara penguasa di Timur Tengah
Kita tahu bahwa Israel termasuk kedalam negara sekutu Amerika Serikat. Dengan berhasilnya Amerika Serikat menjatuhkan kekuasaan Saddam Hussein maka akan semakin membuka peluang Israel untuk menguasai kawasan Timur Tengah dan melakukan pembentukan ulang kepentingan strateginya terhadap Palestina.
d.      Kepentingan Kekuasaan
Serbuan Amerika Serikat ke Irak juga merupakan upaya Amerika Serikat untuk memperluas kekuasaannya. Setelah Afganistan digempur karena tuduhan menyembunyikan dan melindungi Usamah bin Ladin, keinginan Amerika Serikat untuk membentangkan kekuasaannya semakin menjadi-jadi. Sebagai pemegang status adidaya tunggal yang kekuatan ekonomi dan militernya tidak tertandingi, secara naluriah Amerika Serikat memang condong mendemonstrasikan sepremasi dan superioritasnya. Para perancang perang dan perumus kebijakan Amerika Serikat tampaknya beranggapan bahwa predikat ”The sole Super power” yang disandangnya akan segera luntur apabila tidak pernah dibuktikan.

C.    Dampak Intervensi Amerika Serikat terhadap konflik Irak
Sejak rezim Saddam Hussein jatuh, Irak benar-benar bebas karena tidak ada lagi hukum yang mengikat, tidak ada lagi peradilan dan polisi yang baru dibentuk pun benar-benar tidak berdaya. Kelompok-kelompok bersenjata muncul dimana-mana untuk melawan tentara pendudukan. Kelompok-kelompok bersenjata ini yang kemudian secara lantang menyatakan agar pasukan pendudukan segera angkat kaki dari Irak. Pernyataan itu diwujudkan dengan berbagai aksi perlawanan terhadap pasukan pendudukan. Setiap hari di bulan-bulan awal pendudukan selalu tersiar kabar ada tentara Amerika Serikat atau Inggris yang tewas. Entah itu karena menjadi korban para penembak jitu, korban peledak bom bunuh diri atau korban penyerangan. Aksi penyerangan kelompok bersenjata Irak ini selalu dibalas oleh pasukan pendudukan.
Tumbangnya rezim Saddam Hussein akibat invasi militer yang dilakukan oleh pasukan gabungan Amerika Serikat dan Inggris ke Irak juga mampu memberikan harapan baru bagi bangkitnya kembali gerakan politik Syiah Irak yang telah sekian lama tertindas dibawah pemerintah Saddam Hussein. Ada harapan yang besar dari sebagian pemimpin kelompok Syiah bahwa mereka akan memperoleh peran yang lebih besar dan signifikan dalam tatanan politik dan pemerintah Irak yang baru pasca rezim Saddam Hussein. Harapan ini merupakan suatu hal yang wajar mengingat realitas demografis keagamaan Irak, dimana kelompok Syiah Irak merupakan warga mayoritas. Apabila pemerintahan baru yang terbentuk kurang mengakomodasikan kepentingan kelompok Syiah berarti sama dengan meletakkan bom waktu yang bisa meledak kapan saja di masa mendatang.
Di bidang ekonomi Irak mengalami kerugian besar karena hancurnya infrastruktur yang hancur akibat perang. Kehancuran terjadi pada gedung-gedung pemerintah rumah sakit, pemukiman penduduk, jalan-jalan, pusat perdagangan serta tempat-tempat umum lainnya. Keuntungan dibidang ekonomi hanyalah dicabutnya sanksi ekonomi berupa embargo yang telah dialami Irak sejak Perang Teluk II usai.
Selain kerugian ekonomi banyak sekali korban yang berjatuhan, baik sipil maupun kalangan militer. Propaganda Amerika Serikat menyerang Irak dengan tujuan membebaskan rakyat Irak sama sekali tidak terbukti. Justru yang kebanyakan menjadi korban tindakan mereka adalah warga sipil Irak, pada hari ketujuh peperangan sudah ada 350 orang yang meninggal dan tak kurang dari 4000 orang mengalami luka-luka. Instabilitas keamanan di Irak juga terus berlangsung karena terjadi banyak sekali penjarahan dan kerusuhan. Penjarahan dan pengrusakan banyak terjadi di rumah sakit, universitas, museum, perusahaan besar, hotel mewah atau rumah pejabat teras pemerintahan Irak.
Melihat perkembangan Irak pasca Saddam, dapat disimpulkan bahwa tantangan yang dihadapi Amerika Saddam dan sekutunya pasca perang sangat berat. Kenyataan di lapangan memperlihatkan bahwa pasukan pendudukan tidak dapat sepenuhnya menciptakan stabilitas, keamanan dan keamanan. Kelompok-kelompok oposisi termasuk kelompok-kelompok yang sebelumnya telah menjalin hubungan erat dengan Amerika Serikat, tidak menginginkan para pejabat Amerika Serikat memainkan peran yang lebih besar dalam mengelola pemerintahan pasca perang. Kelompok ini kemudian menyatakan bahwa orang-orang Irak kompeten dan mampu untuk membangun kembali Irak.

D.    Analisis Teori Konflik terhadap permasalahan tersebut
Konflik yang terjadi antara Irak dan Amerika Serikat berakar pada kepentingan Amerika Serikat yang ingin menyingkirkan rezim Saddam Hussein yang dinilai tidak patuh dan untuk menguasai minyak di kawasan Timur Tengah. Konflik yang berakhir pada terjadinya Perang Teluk III ini menimbulkan dampak multidimensi bagi Irak khususnya dan bagi wilayah Timur Tengah pada umumnya. Baik langsung atau tidak Perang Teluk III juga berpengaruh pada prospek perdamaian Palestina dan Israel. Intervensi Amerika Serikat atas Irak ini memberi peluang pada Israel untuk memperkuat eksistensinya di Palestina.
Di dalam teori konflik, kita kenal yang pertama karena adanya faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya konflik tersebut seperti adanya kekuatan (power), kepentingan (interest), dan hak (right). Bila dilihat kasus tersebut bahwa Amerika Serikat sebagai negara adikuasa yang setelah memenangkan perang dingin sehingga hancurnya Uni Soviet menjadikan Amerika Serikat mempunyai kekuatan dalam menghadapi persoalan-persoalan internasional sehingga dengan adanya kekuatan tersebut tidak lepas dari adanya kepentingan-kepentingan yang bersifat menguntungkan bagi negara yang memiliki kekuatan seperti Amerika Serikat dengan mengintervensi konflik yang sedang berlangsung di Irak ketika itu. Intervensi yang dilakukan Amerika Serikat tentu tidak lepas dari strategi yang dilakukan guna mencapai tujuan yang diinginkan.
Melalui konflik Perang Teluk III yang terjadi di Irak, Amerika Serikat ikut campur melalui intervensi yang dilakukan agar mendapatkan kekuasaan politik khususnya di kawasan Timur Tengah sebagaimana Israel merupakan sekutu Amerika Serikat yang menempati kawasan Timur Tengah sehingga memiliki sisi strategis dalam melakukan misinya tersebut, baik itu dari sisi ekonomi yang dikenal bahwa Irak memiliki kilang minyak terbesar di dunia. Selain itu Amerika Serikat sebagai negara adikuasa ingin negaranya memiliki kekuatan yang lebih dengan cara pembuktiannya terhadap dunia setelah berhasil menjatuhkan rezim Saddam Hussein.
Selanjutnya faktor-faktor konflik tidak lepas dari padangan Hak kemanusiaan, jika dilihat dari terjadinya Perang Teluk III tersebut bahwa Amerika Serikat tidak memperhatikan hak-hak yang dimiliki oleh penduduk di kawasan Irak. Sehingga telah terjadinya kerugian ekonomi dan banyak sekali korban yang berjatuhan, baik sipil maupun kalangan militer. Propaganda Amerika Serikat menyerang Irak dengan tujuan membebaskan rakyat Irak sama sekali tidak terbukti. Justru yang kebanyakan menjadi korban tindakan mereka adalah warga sipil Irak.

E.     Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa Intervensi yang dilakukan oleh Amerika Serikat terhadap Irak sehingga dapat memunculkan konflik Perang Teluk III yang disebabkan oleh adanya naluri agresi yaitu sifat haus darah yang dimiliki oleh Amerika Serikat. Mesin politik luar negeri Amerika Serikat sering kali diarahkan pada negara yang dikehendakinya untuk memenuhi sifat haus perangnya. Perang Teluk III juga terjadi karena rangsangan ekonomi yaitu kepentingan Amerika Serikat atas ladang minyak Irak dan rangsangan ilmiah sebagai ajang pamer teknologi persenjataan. Dalam Perang Teluk III juga tampak bahwa Amerika Serikat melancarkan perang sebagai cara untuk menyelesaikan konflik dengan Irak.
Alasan Amerika Serikat melakukan intervensi ke Irak adalah karena Irak masih dipimpin oleh Saddam Hussein yang dianggapnya tidak demokratis dan menghambat proses demokratisasi di Timur Tengah. Saddam Hussein yang ingin menjadi “singa” di kawasan Timur Tengah juga dianggap membahayakan kepentingan Amerika Serikat dan eksistensi Israel. Meskipun alasan menyerang Irak terkesan sangat dipaksakan oleh Amerika Serikat tapi Amerika Serikat tetap mengklaim bahwa serangannya terhadap Irak ini sebagai Just War karena Irak telah melanggar Resolusi PBB. Amerika Serikat juga memastikan bahwa dalam perang ini ia akan menang dan akan merubah negara Irak menjadi demokratis dengan pemimpin yang baru.
Intervensi Amerika serikat terhadap Irak ini menimbulkan konflik yang berkepanjangan karena kedua pihak tetap berpegang pada pendirian masing-masing. Konflik Amerika Serikat-Irak ini akhirnya berkembang menjadi perang yang selanjutnya dikenal dengan Perang Teluk III.
Perang Teluk III ini menimbulkan polemik bagi seluruh masyarakat dunia karena sesungguhnya invasi ini merupakan pelanggaran terhadap doktrin Just War. Perang ini bukan merupakan perang yang adil karena alasan penyerangan terlalu dibuat-buat oleh Amerika Serikat. Intervensi yang menimbulkan konflik dan berakibat pada peperangan ini juga akan berpengaruh terhadap perkembangan politik di Irak, mengingat akibat Perang Teluk III Irak jatuh dalam kekuasaan Amerika Serikat sehingga mengakibatkan instabilitas politik di Irak.
Akibat dari adanya Intervensi Amerika Serikat terhadap Irak tersebut yang mampu menjatuhkan rezim Saddam Hussein maka dunia semakin mengakui Amerika Serikat sebagai negara yang terkuat di dunia sehingga akan membuat Amerika Serikat lebih memudahkan dalam mengurusi segala hal yang berkaitan dengan geopolitik dan politik Internasional terhadap negara-negara lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar