Sesuai dengan
ketentuan Pasal 17 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2004 yang salah satunya mengatur
tentang dana bagi hasil (DBH) atas pemanfaatan sumber daya alam daerah dengan
pusat. Sebagaimana daerah yang mempunyai sumber daya alam dalam hal kewenangan,
tanggung jawab, maupun pemanfaatannya melibatkan pula pemerintah pusat. Dalam
hal ini, pembagian DBH masih menjadi polemik dimata masyarakat terutama kaum
petani yang mengelola secara langsung sumber daya alam yang menjadi pekerjaan
sehari-hari. Sebagai contoh kecil pembagian DBH dari hasil pemanfaatan sumber
daya alam tembakau yang diperoleh daerah hanya sebesar 2% saja sedangkan dana
untuk pemerintah pusat hingga sebesar 98%. Hal tersebut dinilai tidak adil
dalam pembagian dana bagi hasil dan tidak ada penjelasan hukum yang diatur
dalam UU sehingga dapat mengakibatkan ketimpangan bagi kepentingan petani
tembakau tersebut.
Menilik banyaknya
permasalah tentang pembagian DBH sumber daya alam antara daerah dengan pusat,
pemerintah mempunyai rencana untuk mengubah dana besaran dana bagi hasil sumber
daya alam yang di kutip oleh media CNN Indonesia, bahwasanya Kementerian
keuangan tengah menggodok sejumlah ketentuan terkait dengan porsi DBH untuk
daerah dari pemanfaatan sumber daya alam yang dilatarbelakangi oleh wacana
perubahan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintahan Daerah yang saat ini telah dimasukkan Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR) ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2015.
Menurut Anwar Syadat
yang merupakan Kepala Sub Direktorat DBH SDA Kementerian Keuangan Pembahasan
ini dilakukan agar DBH SDA bisa dialokasikan secara tepat dan sesuai dengan
rencana penerimaan daerah penghasil SDA. Selain itu, pemerintah (pusat) juga
akan menyempurnakan sistem penganggaran dan pelaksanaan atas PNBP (Penerimaan
Negara Bukan Pajak) yang akan dibagi hasilkan ke daerah sesuai dengan
kewenangannya.
Dari pernyataan Anwar Syadat yang
akan merubah porsi DBH atas pengelolaan sumber daya alam dirincikan sebagai
berikut ;
1.
DBH Perikanan dengan komposisi: 20 persen untuk
Pemerintah Pusat dan 80 persen lainnya bagi Pemerintahan Kabupaten atau Kota
penghasil SDA.
2.
DBH minyak bumi dengan komposisi: 84,5 persen untuk
Pemerintah Pusat, 6 persen bagi Pemerintahan Kabupaten atau Kota penghasil SDA,
3 persen untuk Pemerintahan Provinsi yang wewenangnya mencakup lokasi
pemanfaatan SDA, 6 persen untuk Pemerintahan Kabupaten atau Kota lainnya di
provinsi yang sama, dan 0,5 persen sisanya untuk alokasi dana pendidikan.
3.
DBH gas bumi dengan komposisi: 69,5 persen untuk
Pemerintah Pusat, 12 persen bagi Pemerintahan Kabupaten atau Kota penghasil
SDA, 6 persen untuk Pemerintahan Provinsi yang wewenangnya mencakup lokasi pemanfaatan
SDA, 12 persen Pemerintahan Kabupaten atau Kota lainnya di provinsi yang sama,
dan 0,5 persen sisanya untuk alokasi dana pendidikan.
4.
DBH Panas Bumi dengan komposisi 20 persen untuk
Pemerintah Pusat, 32 persen bagi kabupaten atau kota penghasil SDA, 16 persen
untuk Pemerintahan Provinsi yang wewenangnya mencakup lokasi pemanfaatan SDA,
32 persen Pemerintahan Kabupaten atau Kota lainnya di Provinsi yang sama.
5.
DBH Royalti Mineral dan Batubara dengan komposisi 20
persen untuk Pemerintah Pusat, 32 persen bagi kabupaten atau kota penghasil
SDA, 16 persen untuk Pemerintahan Provinsi yang wewenangnya mencakup lokasi
pemanfaatan SDA, 32 persen Pemerintahan Kabupaten atau Kota lainnya di Provinsi
yang sama.
Dari perencanaan ketentuan-ketentuan diatas yang akan
digodok pada program legislasi nasional tahun 2015 diharapkan DBH antara
pemerintah pusat dengan daerah bisa berimbang dan bersifat adil sehingga
harapan kedepannya pengelolaan sumber daya alam dapat dikelola dengan baik
tanpa ada kerugian dilain pihak dan juga DBH dapat dialokasikan pada
sektor-sektor perekonomian yang sedang lemah agar stabilitas perekonomian
bangsa tetap selalu terjaga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar