Laman

Sabtu, 02 Januari 2016

Polemik Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Antara Pemerintah Pusat dan Daerah



Sesuai dengan ketentuan Pasal 17 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2004 yang salah satunya mengatur tentang dana bagi hasil (DBH) atas pemanfaatan sumber daya alam daerah dengan pusat. Sebagaimana daerah yang mempunyai sumber daya alam dalam hal kewenangan, tanggung jawab, maupun pemanfaatannya melibatkan pula pemerintah pusat. Dalam hal ini, pembagian DBH masih menjadi polemik dimata masyarakat terutama kaum petani yang mengelola secara langsung sumber daya alam yang menjadi pekerjaan sehari-hari. Sebagai contoh kecil pembagian DBH dari hasil pemanfaatan sumber daya alam tembakau yang diperoleh daerah hanya sebesar 2% saja sedangkan dana untuk pemerintah pusat hingga sebesar 98%. Hal tersebut dinilai tidak adil dalam pembagian dana bagi hasil dan tidak ada penjelasan hukum yang diatur dalam UU sehingga dapat mengakibatkan ketimpangan bagi kepentingan petani tembakau tersebut.
Menilik banyaknya permasalah tentang pembagian DBH sumber daya alam antara daerah dengan pusat, pemerintah mempunyai rencana untuk mengubah dana besaran dana bagi hasil sumber daya alam yang di kutip oleh media CNN Indonesia, bahwasanya Kementerian keuangan tengah menggodok sejumlah ketentuan terkait dengan porsi DBH untuk daerah dari pemanfaatan sumber daya alam yang dilatarbelakangi oleh wacana perubahan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah yang saat ini telah dimasukkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2015.
Menurut Anwar Syadat yang merupakan Kepala Sub Direktorat DBH SDA Kementerian Keuangan Pembahasan ini dilakukan agar DBH SDA bisa dialokasikan secara tepat dan sesuai dengan rencana penerimaan daerah penghasil SDA. Selain itu, pemerintah (pusat) juga akan menyempurnakan sistem penganggaran dan pelaksanaan atas PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) yang akan dibagi hasilkan ke daerah sesuai dengan kewenangannya.
Dari pernyataan Anwar Syadat yang akan merubah porsi DBH atas pengelolaan sumber daya alam dirincikan sebagai berikut ;
1.       DBH Perikanan dengan komposisi: 20 persen untuk Pemerintah Pusat dan 80 persen lainnya bagi Pemerintahan Kabupaten atau Kota penghasil SDA.
2.       DBH minyak bumi dengan komposisi: 84,5 persen untuk Pemerintah Pusat, 6 persen bagi Pemerintahan Kabupaten atau Kota penghasil SDA, 3 persen untuk Pemerintahan Provinsi yang wewenangnya mencakup lokasi pemanfaatan SDA, 6 persen untuk Pemerintahan Kabupaten atau Kota lainnya di provinsi yang sama, dan 0,5 persen sisanya untuk alokasi dana pendidikan.
3.       DBH gas bumi dengan komposisi: 69,5 persen untuk Pemerintah Pusat, 12 persen bagi Pemerintahan Kabupaten atau Kota penghasil SDA, 6 persen untuk Pemerintahan Provinsi yang wewenangnya mencakup lokasi pemanfaatan SDA, 12 persen Pemerintahan Kabupaten atau Kota lainnya di provinsi yang sama, dan 0,5 persen sisanya untuk alokasi dana pendidikan.
4.       DBH Panas Bumi dengan komposisi 20 persen untuk Pemerintah Pusat, 32 persen bagi kabupaten atau kota penghasil SDA, 16 persen untuk Pemerintahan Provinsi yang wewenangnya mencakup lokasi pemanfaatan SDA, 32 persen Pemerintahan Kabupaten atau Kota lainnya di Provinsi yang sama.
5.       DBH Royalti Mineral dan Batubara dengan komposisi 20 persen untuk Pemerintah Pusat, 32 persen bagi kabupaten atau kota penghasil SDA, 16 persen untuk Pemerintahan Provinsi yang wewenangnya mencakup lokasi pemanfaatan SDA, 32 persen Pemerintahan Kabupaten atau Kota lainnya di Provinsi yang sama.
Dari perencanaan ketentuan-ketentuan diatas yang akan digodok pada program legislasi nasional tahun 2015 diharapkan DBH antara pemerintah pusat dengan daerah bisa berimbang dan bersifat adil sehingga harapan kedepannya pengelolaan sumber daya alam dapat dikelola dengan baik tanpa ada kerugian dilain pihak dan juga DBH dapat dialokasikan pada sektor-sektor perekonomian yang sedang lemah agar stabilitas perekonomian bangsa tetap selalu terjaga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar